JAMBI – Kita selalu memperingati Hari Tani Nasional pada setiap tanggal 24 September dan di tahun 2022 sudah merupakan yang ke-62. Menurut sejarahnya, Hari Tani Nasional diperingati untuk menghargai semangat perjuangan para petani Indonesia.
Penetapan Hari Tani Nasional pada tanggal 24 September bertepatan dengan disahkannya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960. UUPA ini sekaligus menggantikan Undang-undang Agraria lama warisan kolonial Belanda. Dasar hukum terbitnya UUPA adalah UUD 1945 pasal 33 ayat 3, āBumi dan air dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyatā.
UUPA menjadi dasar meletakkan kepastian hukum hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat. Pengesahan UUPA ini dilakukan demi mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan, keadilan bagi negara dan rakyat, terutama petani.
Pertanyaan sekarang bagaimana kondisi petani setelah 62 tahun peringatan Hari Tani Nasional? Hal ini dapat terjawab dengan gambaran kondisi petani sekarang. Salah satunya dari sisi kesejahteraannya. Berdasarkan data yang dirilis oleh BPS Provinsi Jambi pada tahun 2021, diketahui sekitar 55,74 persen rumah tangga miskin Jambi memiliki sumber penghasilan utama di sektor pertanian. Persentasenya meningkat dibandingkan dengan dengan tahun 2021 (52,52 persen).
Dari data nilai tukar petani (NTP) di bulan Agustus 2022, NTP Jambi memang sudah mencapai 129,58. Hal ini menjelaskan secara umum harga yang diterima petani masih lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang dibayar, dengan kata lain petani memiliki nilai tambah lebih dari usaha pertaniannya. Akan tetapi jika kita lihat berdasarkan subsektor, masih terdapat 2 subsektor yang angka NTPnya dibawah 100, yaitu tanaman pangan dan peternakan.
Fakta diatas sedikit menjelaskan bagaimana tingkat kesejahteraan petani di Jambi, padahal seperti kita ketahui Pertanian termasuk salah satu sektor yang dapat bertahan pada kondisi pandemi Covid-19. Sektor pertanian terus mengalami pertumbuhan pada setiap tahunnya, di tahun 2021 pertumbuhannya mencapai 3,73 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2020 (1,51 persen).
Masih tingginya tingkat kemiskinan petani di Jambi disinyalir dipengaruhi oleh beberapa faktor, pertama masih adanya petani gurem. Data BPS menunjukkan persentasenya terus meningkat, di tahun 2013 sekitar 15,35 persen menjadi 16,38 persen di tahun 2018. Semakin luas lahan pertanian yang dikuasai tentu saja akan berpengaruh langsung pada produksi pertanian.
Kedua subsektor tanaman pangan yang belum menjanjikan. Ini terlihat dari NTPnya yang masih di bawah 100. Sawah di Jambi rata-rata masih merupakan tadah hujan sehingga tidak dapat ditanami sepanjang tahun. Hasil yang didapatkan lebih banyak untuk konsumsi pribadi, kalaupun dijual tidak mendatangkan untung yang banyak.
Ketiga harga komoditas pertanian yang tidak stabil, utamanya harga perkebunan seperti karet dan sawit. Subsektor perkebunan menjadi salah satu penopang perekonomian Jambi, di tahun 2021 sharenya terhadap PDRB Provinsi Jambi mencapai 21,34 persen. Angka kemiskinan akan sangat bergantung dengan harga komoditas perkebunan, kemiskinan membaik ketika harga tinggi, begitu juga sebaliknya.
Untuk menaikkan taraf hidup petani Jambi, Pemerintah Provinsi Jambi perlu mengambil kebijakan yang pro petani. Beberapa hal yang bisa menjadi masukan bagi pemerintah, pertama pemberian bantuan lahan bagi petani gurem. Bantuan lahan bisa dilakukan dengan skema transmigrasi, atau dengan memberikan bantuan pinjaman modal. Pemberian lahan kepada petani juga bisa skema perhutanan sosial, sehingga sebagian lahan hutan dapat dimanfaatkan.
Kedua pemberian bantuan bibit, pupuk, saprotan untuk petani tanaman pangan. Ini lakukan untuk mengurangi beban biaya operasional yang diperlukan. Banyak petani tanaman pangan yang tidak akan bertahan jika bantuan dari Pemerintah mandek, karena godaan sawit sangat menggiurkan.
Dan yang terpenting lagi dari itu, pemerintah harus terus membangun saluran irigasi agar sawah-sawah dapat terus ditanami sepanjang tahun.
Ketiga pemerintah perlu menjaga stabilitas harga komoditas pertanian. Jangan sampai ketika petani sayuran panen raya, harganya malah anjlok, atau sebaliknya ketika barang langkah di pasaran, harga tidak terkendali.
Harga komoditas perkebunan sebagai sektor unggulan Provinsi Jambi juga perlu dijaga kestabilannya, karena sebagian besar petani menggantungkan hidupnya pada perkebunan. Harga sawit yang sempat anjlok karena kebijakan pelarangan ekspor CPO, sekarang sudah berangsur membaik. Bukan hanya sawit saja, tetapi harga karet, pinang, kelapa, kopi dan komoditas lainnya juga perlu dijaga kestabilannya.
Keempat tuntutan hilirisasi produk-produk perkebunan Jambi. Pemerintah Provinsi Jambi harus terus menyuarakan hal ini, melalui kerjasama, promosi, pameran baik di tingkat lokal maupun internasional. Sudah saatnya Jambi tidak hanya menghasilkan barang mentah, tetapi juga produk akhir yang nilai tambahnya lebih baik.
Semoga di Hari Tani Nasional dan dengan perhatian dari Pemerintah Provinsi Jambi, sektor pertanian dapat terus bertahan di tengah gempuran modernisasi dan industri. Ketahanan pangan menjadi isu global dimana banyak bangsa di luar sana yang mengalami ancaman kekurangan pangan dan kelaparan. Dan ingat ketahanan pangan dapat terwujud hanya jika petani masih mau menanam padi dan makanan pokok lainnya untuk kita. Perhatikan petani dan sejahterakan mereka. Salam.
Penulis
Nama: Nopriansyah, SST, MSi
Jabatan : Statistisi BPS Provinsi Jambi
Discussion about this post