SENJARI.COM, JAMBI – Bertepatan dengan HUT ke 79 Republik Indonesia, Majalah Tempo membawa isu soal konflik lahan Suku Anak Dalam (SAD) 113 yang dibicarakan melalui tokoh muda Jambi, Edi Purwanto yang kini menjabat sebagai Ketua DPRD Provinsi Jambi dan juga sebagai Caleg DPR RI terpilih dari Dapil Provinsi Jambi.
Majalah Tempo edisi HUT ke 79 RI menerbitkan konsep pemikiran yang dituangkan oleh Edi Purwanto dalam upaya penyelesaian konflik lahan antara SAD 113 dengan PT Berkah Sawit Utama (BSU). Edi Purwanto membicarakan bahwa dalam upaya penyelesaian ini, dirinya menginisiasi pembentukan Panitia Khusus Konflik Lahan DPRD Provinsi Jambi.
Pembentukan pansus konflik lahan DPRD Provinsi Jambi dilakukan sebagai upaya penyelesaian kasus konflik lahan yang terjadi di Provinsi Jambi dimana Jambi menempati urutan kedua kasus konflik lahan di Indonesia pada 2022. Soal yang dirugikan dalam permasalahan ini tentu adalah masyarakat, ini pula menjadi dasar Edi Purwanto berinisiatif membentuk pansus konflik lahan.
“Rakyat kita yang paling banyak di rugikan, sementara hampir setiap minggu kita di demo, kita menerima aduan soal konflik lahan ini. Sehingga dibentuklah pansus konflik lahan yang kita harapkan ini menjadi role model penyelesaian kasus konflik lahan,” terangnya.
Mekanisme dalam penyelesaian konflik lahan melalui pansus ini dilakukan kasus per kasus. Edi mengatakan pasca pembentukan Pansus Konflik Lahan pada Agustus 2021, panitia menerima sebanyak 107 aduan dari masyarakat. 76 persen diantaranya adalah konflik lahan antara masyarakat dengan korporasi.
Edi Purwanto menerangkan bahwa dirinya mendorong penyelesaian konflik lahan melalui pendekatan restorative justice dan menyelesaikan konflik lahan dengan cara bijaksana dan berkeadilan. Caleg DPR RI terpilih Dapil Provinsi Jambi ini menuturkan ada tiga cara yang dilakukan dalam penyelesaian konflik lahan. Pertama, melalui pendekatan adat budaya seperti mediasi, negosiasi dan konsiliasi. Kedua, melalui pendekatan politik dan ketiga, dengan pendekatan hukum.
“Pendekatan itu (adat budaya) harus dilakukan. Ruh Bangsa Indonesia musyawarah ini, kemudian pendekatan politik dan hukum sebagai asas ultimum remedium diharapkan bisa menjadi role model untuk wilayah yang ada di Indonesia. Selain itu, saya juga merekomendasikan bagaimana langkah kedepan untuk meminimalisir konflik lahan kaitan koorporasi ini dilakukan audit Luas, audit fungsi dan audit pemanfaatan,”ujarnya.
Konsep penyelesaian konflik lahan yang dikembangkan Edi Purwanto ini dibuktikan dengan keberhasilan penyelesaian konflik lahan yang terjadi hampir 37 tahun antara PT Berkah Sawit Utama (BSU) dengan Suku Anak Dalam (SAD) 113. Konflik diselesaikan dengan kesepakatan pemberian lahan dari korporasi dengan kepada SAD 113. “BSU memberikan lahan PT Berkah Sapta Palma sebanyak 750 hektare kepada SAD 113 untuk 744 kepala keluarga. Clear tuh,” kata Edi.
Konsep dan keberhasilan ini mendapat apresiasi dan menjadi role model Kementerian ATR/BPN dalam penyelesaian konflik lahan diberbagai daerah di Indonesia. Penyelesaian dilakukan dengan cepat dan efektif. “Saya berharap penyelesaian SAD dan BSU menjadi pilot project penyelesaian konflik lahan terbaik secara nasional. Tidak perlu konflik,” ucapnya.
Keberhasilan dalam menyelesaikan konflik lahan menjadi bahan studi banding pemerintah dari daerah lain. “Satu-satunya di Indonesia yang berani bikin Pansus Konflik Lahan adalah DPRD Jambi. Siapa ketuanya? Mantan aktivis yang tidak main proyek dan tidak ada kepentingan,”tutur Edi.
Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Jambi ini menyarankan perlu penyederhanaan regulasi agar aturan tidak tumpang tindih. “Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan punya aturan sendiri. Begitu juga dengan ATR/BPN punya aturan sendiri. Jadi ada konflik norma yang harus di selesaikan,” ujarnya.
Edi berharap adanya lembaga khusus yang menangani konflik lahan karena penyelesaian konflik ini begitu kompleks. Sejak dibentuk tiga tahun lalu, Pansus Konflik Lahan sudah menyelesaikan enam kasus dan ini butuh waktu yang cukup panjang dan komitmen semua pihak.
“Konflik-konflik ini tidak akan terselesai jika tidak ada wadah, penggerak, inovasi kita dalam menyelesaikannya. Sehingga saya merasa ini perlu pembentukan pansus yang fokus dalam menyelesaikannya,” pungkasnya. (*)
Discussion about this post